Pages

Selasa, 02 Juni 2009

Muhammad SAW dimata Cendikiawan Prancis

Alphonse Louis Marie de bokong de Lamartine (Alphonse-Marie-Louis de bokong de Lamartine) (21 Oktober 1790 - 28 Februari 1869) adalah seorang penulis Prancis penulis, penyair dan politikus, lahir di Mâcon, Burgundia Bahasa Prancis ke provinsi budi mulia.

Lamartine di depan Hotel De Ville Paris tahun 1848

Dalam Bukunya Historie de la Turquie yang diterbitkan di Paris 1854, jilid II Hal 276-277 menulis pendapatnya tentang Tokoh Nabi Muhammad Simak

“Tidak ada pernah ada seorang manusia yang dengan sengaja atau tidak sengaja menetapkan bagi dirinya sendiri suatu tujuan yang lebih luhur dari dia karena tujuan ini adalah tujuan Ilahi, untuk memusnahkan tahyul-tahyul yang telah memisahkan manusia dari Penciptanya, untuk menghubungkan manusia dengan Tuhan, untuk memulihkan idea suci dan rasional tentang ketuhanannya di tengah-tengah kekacauan dewa-dewa material dan di salah gambarkan dalam penyembahan berhala yang ada pada masa itu. Tidak ada orang yang pernah mengambil pekerjaan yang demikian jauh di atas kekuatan insani dengan alat-alat yang sangat sederhana, karena ia menerima konsepsi serta pelaksanaan rencana besar tanpa alat, kecuali dirinya sendiri, dan tiada bantuan lain kecuali beberapa orang yang hidup di pelosok padang pasir. Akhirnya, tidak pernah ada orang yang seperti dia menyelesaikan revolusi besar dan kekal di dunia, sebab dalam masa dua abad setelah munculnya Muhammad, Islam memerintah seluruh tanah Arab dan menaklukkan Persia, Khurasan, Transoxania, India Barat, Sirya, Mesir, Abesinia, seluruh bagian Afrika Utara yang telah dikenal pada masa itu, berbagai pulau di Laut Tengah, Spanyol dan sebagian Prancis.

Kalau kebenaran tujuan dan kecilnya alat serta hasil-hasil menakjubkan merupakan tiga ukuran kebesaran manusia, siapakah yang berani membandingkan Muhammad dengan orang besar dalam sejarah Modern? Orang-orang yang paling masyhur menciptakan senjata, undang-undang dan experiment-experimen melulu. Yang mereka dirikan tidak lebih dari kekuatan materil yang sering ambruk di hadapan mata mereka sendiri. Laki-laki ini tidak hanya menggerakkan tentara, hukum, empirium, manusia dan dinasti-dinasti, melainkan juga berjuta-juta manusia dalam sepertiga bagian dunia yang telah dikenal pada masa itu, dan lebih dari itu, ia menggoncangkan rumah-rumah berhala, mengobarkan idea-idea agama, kepercayaan-kepercayaan serta jiwa manusia. Di atas dasar sebuah kitab yang setiap hurufnya telah menjadi hukum, ia menciptakan suatu kebangsaan spiritual yang mempersatukan manusia dari segala ras dan bahasa. Ia telah meninggalkan kepada kita karakteristik kebangsaan Muslimin yang tidak dapat dihapuskan, kebencian akan tuhan tuhan palsu serta kecintaan kepada Tuhan Yang Esa dan Gaib.Patriotisme yang menentang setiap bentuk penghinaan kepada Tuhan Yang Esa membentuk kebajikan pengikut-pengikut Muhammad, penaklukkan sepertiga bagian bumi ke dalam ajarannya adalah suatu keajaiban, itu bukanlah bagi keajaiban dari satu orang, melainkan keajaiban bagi akal.

Idea Keesaan Tuhan yang di proklamirkan di tengah-tengah kelapukan Theologia pada waktu itu, dalamnya sendiri adalah satu keajaiban yang demikian rupa sehingga dengan ucapan lidahnya ia menghancurkan rumah-rumah berhala dan dewa-dewa, serta membakar semangat sepertiga dunia. Hidupnya, renungannya, pembuktian-pembuktian kelapukan tahyul-tahyul yang dilakukan secara satria dalam negerinya, dan keberaniannya menentang kemarahan orang-orang jahilliyah pada waktu itu, keteguhannya menanggung penderitaan selama tigabelas tahun di Mekah, kesediaannya menanggung penghinaan masyarakat dan sampai hamper menjadi korban bangsanya, hijrahnya, khutbahnya yang tiada henti-hentinya, peperangannya melawan sejumlah besar manusia, keyakinan akan kemenangannya dan ketabahannya yang diluar kemampuan manusia dalam mengalami nasib buruknya, kesabarannya dalam kemenangan, hasratnya yang sama sekali diabdikan kepada satu idea dan sama sekali bukan untuk membuat suatu empirium, ibadatnya yang tidak putus-putusnya, ibadatnya yang tidak putus-putusnya, percakapan gaibnya dengan Tuhan, wafatnya dan kejayaannya sesudah wafat. Segalanya ini tidak menunjukkan bahwa ia seorang yang pura-pura, namun sebaliknya membuktikan dengan keyakinan besar dalam memberikan kekuatan untuk memperbaiki suatu dogma. Dogma ini bermakna dua, Keesaan dan kegaiban Tuhan, yang pertama mengatakan apa Tuhan itu, yang kedua mengatakan apa yang bukan Tuhan, yang satu membuang tuhan-tuhan palsu dengan pedang, yang lainnya memulai suatu idea dengan kata-kata.

Filosof, orator, pembawa hukum, pejuang, penakluk idea-idea, pembangun dogma rasional dari suatu agama tanpa patung-patung pembentuk duapuluh empirium dunia dalam satu empirium spiritual, itulah dia Muhammad. Berhubung dengan segala standard yang dapat dipergunakan untuk mengukur kebesaran manusia, kita boleh bertanya, adakah orang yang lebih besar dari dia?”